A. TAKSONOMI TUJUAN KOGNITIF MENURUT
PARA AHLI
1.
Taksonomi
tujuan kognitif menurut Bloom
Menurut Bloom
adalah segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan
pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada
tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain
(ranah, kawasan) yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dimana setiap
domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan
hirarkinya. Menurut taksonomi Bloom dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang
proses berfikir yang diurutkan secara hierarki piramidal atau mulai dari
jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi, yaitu pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Namun, pada tahun 1994,
salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi
aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom pada ranah kognitif agar sesuai
dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun
2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Pada revisi ini, ranah kognitif tetap
memiliki enam jenjang berpikir yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta.
2.
Taksonomi
tujuan kognitif menurut Gagne
Gagne
memaparkan lima tujuan belajar yang bersifat kognitif, psikomotor, dan afektif.
Hasil belajar ini berwujud penampilan-penampilan yang disebut
kemampuan-kemampuan (capabilities).
Di antaranya bersifat kognitif, yaitu: keterampilan intelektual,
strategi-strategi kognitif, dan informasi verbal.
a.
Informasi verbal (Verbal information)
Kemampuan siswa untuk memiliki
keterampilan mengingat informasi
verbal, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf
alphabet dan yang lainnya yang bersifat verbal.
b.
Ketrampilan intelektual (Intellectual skills)
Kemampuan menggunakan simbol untuk berinteraksi,
mengorganisir dan membentuk arti. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya melalui pengunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan.
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat membedakan, menguasai
konsep, aturan, dan memecahkan masalah.
keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar
yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak,
belajar rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan konsep,
belajar pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar
tersebut terurut kesukarannya dari yang paling sederhana (belajar isyarat)
sampai kepada yang paling kompleks belajar pemecahan masalah (Purwoko, tanpa
tahun: 4)
1)
Belajar
isyarat
Belajar
isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa kesengajaan, timbul
sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga menimbulkan suatu respon
emosional
pada individu yang bersangkutan. Sebagai contoh, sikap guru yang sangat
menyenangkan siswa, dan membuat siswa yang mengikuti pelajaran guru tersebut
menyenangi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
2)
Belajar
stimulus respon
Belajar
stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu isyarat, berbeda dengan
pada belajar isyarat, pada tipe belajar ini belajar yang dilakukan diniati atau
sengaja dan dilakukan secara fisik. Belajar stimulus respon menghendaki suatu
stimulus yang datangnya dari luar sehingga menimbulkan terangsangnya otot-otot
kemudian diiringi respon yang dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung
yang terpadu antara stimulus dan respon. Misalnya siswa menirukan guru
menyebutkan persegi setelah gurunya
menyebutkan persegi; siswa mengumpulkan benda persegi setelah disuruh oleh gurunya.
3)
Belajar
rangkaian gerak
Belajar
rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau
lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam suatu rangkaian berhubungan
erat dengan stimulus respon yang lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama.
Sebagai contoh, misalnya seorang anak akan menggambar sebuah lingkaran yang
pusat dan panjang jari-jarinya diketahui. Untuk melakukan kegiatan tersebut
anak tadi melakukan beberapa langkah terurut yang saling berkaitan satu sama
lain. Kegiatan tersebut terdiri dari rangkaian stimulus respon, dengan
langkah-langkah sebagai berikut : anak memegang sebuah jangka, meletakkan salah
satu ujung jangka pada sebuah titik yang telah ditentukan menjadi pusat
lingkaran tersebut, kemudian mengukur jarak dari titik tadi, setelah itu
meletakkan ujung jangka lainnya sesuai dengan panjang jari-jari, lalu memutar
jangka tersebut.
4)
Belajar
rangkaian verbal
Kalau
pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah, maka pada belajar
rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi, belajar rangkaian verbal
adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon.
Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian berkaitan dengan stimulus respon
lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama. Contoh, ketika mengamati suatu
benda terjadilah hubungan stimulus respon yang kedua, yang memungkinkan anak
tersebut menamai benda yang diamati tersebut. Contoh dalam biologi, seorang
anak mengamati bermacam-macam alga yang mempunyai warna yang berbeda, maka alga
tersebut dinamai sesuai warnanya, seperti alga merah, alga coklat, alga hijau,
atau alga keemasan.
5) Belajar
membedakan
Belajar membedakan adalah belajar
membedakan hubungan stimulus respon sehingga bisa memahami bermacam-macam objek
fisik dan konsep, dalam merespon lingkungannya, anak membutuhkan
keterampilan-keterampilan sederhana sehingga dapat membedakan suatu objek
dengan objek lainnya, dan membedakan satu simbol dengan simbol lainnya.
Terdapat dua macam belajar membedakan yaitu membedakan tunggal dan membedakan
jamak. Contoh membedakan tunggal, “siswa dapat menyebutkan organisme heterotrof
sebagai organisme yang tidak dapat membuat makanan sendiri”. Contoh membedakan
jamak, “siswa dapat menyebutkan perbedaan dari tiga organisme heterotrof
berdasarkan makanannya (herbivora, karnivora, dan omnivora)”.
6) Belajar
pembentukan konsep
Belajar pembentukan konsep adalah
belajar mengenal sifat bersama dari benda-benda konkret, atau peristiwa untuk
mengelompokkan menjadi satu. Misalnya untuk memahami konsep hewan herbivora,
anak mengamati sapi, kambing, kuda, kerbau (yang memakan tumbuhan). Untuk
hal-hal tertentu belajar pembentukan konsep merupakan lawan dari belajar
membedakan. Belajar membedakan menginginkan anak dapat membedakan objek-objek
berdasarkan karakteristiknya yang berlainan, sedangkan belajar pembentukan
konsep menginginkan agar anak dapat mengklasifikasikan objek-objek ke dalam
kelompok-kelompok yang memiliki karakteristik sama.
7) Belajar
pembentukan aturan (prinsip/peraturan
atau Rumus)
Aturan terbentuk berdasarkan
konsep-konsep yang sudah dipelajari. Aturan merupakan pernyataan verbal, dalam
biologi misalnya adalah: hukum Hardy Weinberg yang digunakan untuk menghitung
frekuensi gen dalam populasi.
8) Belajar
memecahkan masalah (problem solving)
Belajar memecahkan masalah adalah
tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks. Pada tiap tipe
belajar memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu dapat
digunakan untuk membuat formulasi penyelesaian masalah. Contoh: siswa telah
mempelajari hukum Hardy Weinberg yang digunakan untuk menghitung frekuensi gen
dalam populasi. Namun, di dalam soal yang ditanyakan bukan frekuensi gennya,
tetapi perbandingan frekuensi genotip atau jumlah individu dengan sifat
tertentu. Maka siswa dengan bantuan hukum Hardy Weinberg dapat menghitung
perbandingan frekuensi genotip atau jumlah individu dengan sifat tertentu,
karena hukum Hardy Weinberg ‘membuka jalan’ untuk penyelesaian selanjutnya.
c.
Strategi kognitif (Cognitive strategies)
Strategi
kognitif adalah suatu proses kontrol, yaitu proses
internal yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan
perhatian, belajar mengingat, dan berpikir. Kapabilitas ini
terorganisasikan secara internal sehingga memungkinkan perhatian, belajar,
mengingat, dan berfikir siswa menjadi terarah. Contohnya strategi menghapal,
strategi mencatat pelajaran.
d.
Keterampilan motorik (Motor Skills)
Untuk
mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan motorik, dapat
melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot,
serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut. Kemampuan dalam
mendemonstrasikan cara menggunakan mikroskop merupakan salah satu contoh
tingkah laku kapabilitas ini.
e.
Sikap (Attitudes)
Merupakan pembawaan yang
dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian atau mahluk
hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap
orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah mendapat
pembelajaran itu yang menjadi hal penting dalam menerapkan metode dan materi
pembelajaran.
3.
Taksonomi
tujuan kognitif menurut Merrill
Merril sendiri menamakan
taksonomi buatannya dengan Componen
Display Theory (CDT). Merril mengembangkan taksonominya dengan
menyempurnakan teori Robert Gagne. Taksonomi Merril membagi tujuan-tujuan
pendidikan jadi dua kategori yaitu kategori isi dan kategori kinerja.
Kategori isi berisikan
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur; sedangkan kategori kinerja terdiri dari
mengingat, menggunakan, dan menemukan. Mengingat adalah unjuk
kerja untuk mengingat informasi-informasi yang telah diperolehnya dalam memori
jangka panjang. Menggunakan adalah unjuk kerja yang mempersyaratkan siswa untuk
mengaplikasikan berbagai abstraksi dalam berbagai masalah. Menemukan adalah
unjuk kerja yang mempersyaratkan siswa menemukan hal baru melalui kegiatan
analisis dan sintesis.
Kedua dimensi
tersebut kemudian dihubungkan, sehingga dapat diklasifikasikan hubungan dimensi
isi dan unjuk kerja. Hubungan kedua-nya disilangkan menjadi sepuluh jenis,
yaitu: mengingat fakta, mengingat konsep, mengingat prosedur, mengingat
prinsip, menggunakan konsep, menggunakan prosedur, menggunakan prinsip,
menemukan konsep, menemukan prosedur, dan menemukan prinsip. Namun, taksonomi Merril
ini tak sekomprehensif taksonomi Bloom sehingga jarang sekali digunakan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Componen Display Theory (Merrill)
Dimensi Kinerja
|
Dimensi Isi
|
|||
Fakta
|
Konsep
|
Prosedur
|
Prinsip
|
|
Menemukan (Find)
|
-
|
√
|
√
|
√
|
Menggunakan (Use)
|
-
|
√
|
√
|
√
|
Mengingat (Remember)
|
√
|
√
|
√
|
√
|
4.
Taksonomi
tujuan kognitif menurut Gerlach dan
Sullivan
Gerlach dan Sullivan menyusun enam kategori kompetensi di ranah
kognitif, yaitu:
a. Mengidentifikasi (identify)
b. Menyebutkan (name)
c. Menjelaskan (describe)
d. Membentuk (construct)
e. Menyusun (order)
f.
Mendemontrasikan
(demonstrate)
Untuk lebih jelasnya
dapat diperhatikan perbandingan tujuan kognitif dari para ahli pada Tabel 1.
Tabel 2. Rangkuman Tujuan Kognitif Menurut Para Ahli
Bloom
|
Gagne
|
Merill
|
Gerlach
|
q Mengetahui
q Memahami
|
q Informasi verbal
|
q Mengingat
|
q Mengidentifikasi
q Menyebutkan
q Menjelaskan
|
q Menerapkan
q Menganalisis
q Mengevaluasi
q Mencipta
|
q Ketrampilan intelektual
|
q Menggunakan
q Menemukan
|
q Membentuk
q Menyusun
q Mendemontrasikan
|
|
q Strategi kognitif
|
|
|
B.
RANAH
KOGNITIF TAKSONOMI BLOOM
Taksonomi Bloom
ranah kognitif merupakan salah satu kerangka dasar untuk pengkategorian
tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum (Gunawan dan Palupi,
tanpa tahun: 16). Tujuan kognitif atau ranah kognitif adalah ranah yang mencakup
kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas
otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Sebelum direvisi, pada ranah
kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah
sampai jenjang yang tertinggi yang diurutkan secara hierarki piramidal. Sistem
klasifikasi Bloom ini dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan Gambar 1.
Gambar 1. Hierarki Piramida
Taksonomi Bloom
1.
Pengetahuan
(Knowledge)/C1
Pengetahuan
merupakan aspek paling dasar dalam taksonomi Bloom. Dapat disebut juga aspek
ingatan (recall). Dalam jenjang
kemampuan ini seseorang dituntut untuk mengenali dan mengetahui adanya konsep,
fakta, atau istilah-istilah, dan sebagainya tanpa harus mengerti atau dapat
menggunakannya (Daryanto, 1999: 103). Menurut Purwanto (2006: 44) dalam hal ini
siswa hanya dituntut untuk menyebutkan
kembali atau menghafal saja. Untuk itu tipe tes yang paling anyak dipakai
adalah tipe melengkapi (completion type),
tipe isian (fill-in), dan tipe dua
pilihan (true-false).
2.
Pemahaman
(Comprehension)/C2
Tingkat
kemampuan ini mengharapkan siswa mampu memahami arti dan konsep, situasi, serta
fakta yang diketahuinya (Purwanto, 2006: 44). Pemahaman bersangkutan dengan inti dari sesuatu,
maksudnya suatu bentuk pengertian atau pemahaman yang menyebabkan seseorang
mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat menggunakan bahan atau
ide yang sedang dikomunikasikan itu tanpa harus menghubungkannya dengan bahan
lain (Gunawan dan Palupi, tanpa tahun: 20). Seseorang siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat
memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan
berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. Bentuk soal
yang sering diguakan adalah pilihan ganda dan uraian.
Kemampuan
pemahaman dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu:
a. Penerjemahan
(translation)
Yaitu kemampuan untuk memahami
suatu ide yang dinyatakan dengan cara lain dari pada pernyataan asli yang
dikenal sebelumnya. Contoh: siswa dapat menjelaskan fungsi klorofil bagi
tumbuhan.
b. Penafsiran
(Interpretation)
Yaitu kemampuan menghubungkan
bagian-bagian dari grafik dengan kejadian, atau dapat membedakan yang pokok
dari yang bukan pokok. Contoh: siswa dapat menjelaskan grafik tentang hubungan
pertumbuhan penduduk dengan pencemaran yang disajikan dengan kata-katanya
sendiri (verbal).
c. Ekstrapolasi
(Ekstrapolation)
Yaitu kemampuan untuk melihat
kecendrungan atau arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Contoh: siswa dapat
meramalkan apa yang akan terjadi apabila terjadi penggundulan hutan
besar-besaran.
3.
Penerapan
(Apllication)/C3
Tingkat
kemampuan ini menuntut siswa untuk bisa menerapkan atau menggunakan ide-ide
umum, metode-metode, prnisip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya
dalam situasi baru dan konkret. Situasi yang digunakan haruslah baru karena apabila
tidak demikian, maka kemampuan yang diukur bukan lagi penerapan melainkan
ingatan semata-mata. Pengukuran kemampuan ini umumnya menggunakan pendekatan
pemecahan masalah (problem solving)
(Sudaryono, 2012: 44). Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur aspek penerapan
antara lain adalah pilihan ganda dan uraian. Dibandingkan tes pilihan ganda,
tes uraian lebih cocok untuk mengukur kemampuan penerapan ini. Contoh: siswa
dapat memecahkan kasus persilangan dengan menggunakan perhitungan mendel atau
siswa dapat menghitung kepadatan populasi suatu organisme berdasarkan rumus
yang telah diberikan.
4.
Analisis
(Analysis)/C4
Tahap kemampuan
ini mengharapkan siswa dapat menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut
bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antaranya
(Sudaryono, 2012: 45). Analisis diartikan sebagai pemecahan atau pemisahan
suatu komunikasi (peristiwa, pengertian) menjadi unsur-unsur penyusunnya,
sehingga ide (pengertian, konsep) itu relatif menjadi lebih jelas dan/atau
hubungan antar ide-ide lebih eksplisit (Gunawan dan Palupi, tanpa tahun: 20). Purwanto
(2006: 46) mengatakan bahwa kemampuan analisis ini dapat berupa kemampuan untuk
memahami dan menguraikan bagaimana proses terjadinya sesuatu atau cara
bekerjanya sesuatu.
Kemampuan
analisis ini dibedakan atas tiga kelompok, yaitu:
a. Analisis
unsur
Kemampuan merumuskan asumsi-asumsi
serta mengidentifikasi unsur-unsur penting yang mendukung asumsi yang telah
ditentukan. Misalnya siswa mampu merumuskan asumsi tentang fotosintesis dimana
amilum dihasilkan tanpa bantuan cahaya matahari. Unsur-unsur yang mendukung
asumsi tersebut adalah adanya karbondioksida dan hidrogen (hasil fotolisis air)
yang bereaksi sehingga menghasilkan amilum pada proses reaksi gelap.
b. Analisis
hubungan
Kemampuan mengenal unsur-unsur dan
beberapa pola hubungan serta sistem atau hipotesisnya. Kalau pada tingkat analasis
unsur, siswa hanya menjelaskan apa yang ingin disampaikan dari sebuah pernyataan/permasalahan
maka pada analisis hubungan, siswa sudah mampu menghubungkan bagian-bagian atau
elemen-elemen dari suatu komunikasi. Misalnya, siswa mampu menemukan
sebab-sebab menurunnya laju fotosintesis berdasarkan data yang tersedia.
c. Analisis
prinsip-prinsip yang terorganisasi
Kemampuan menganalisis pokok yang
melandasi tatanan suatu organisasi. Kemampuan-kemampuan yang tergolong dalam tingkat analisis
prinsip-prinsip yang terorganisasi adalah kemampuan mengenal bentuk dari pola
suatu karya sastra atau karya seni. Misalnya, siswa mampu menentukan nasihat
yang tersirat dari suatu cerita.
5.
Sintesis (Synthesis)/C5
Kemampuan sintesis merupakan kebalikan dari kemampuan
analisis. Jenjang sintesis merupakan kemampuan untuk
mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan yang
terpadu, atau menggabungkan bagian-bagian sehingga terjelma pola yang berkaitan
secara logis, atau mengambil kesimpulan dari peristiwa-peristiwa yang ada
hubungannya satu dengan yang lainnya. Kemampuan sintesis dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa tipe, yaitu:
a. Kemampuan
menemukan hubungan yang unik
Kemampuan melahirkan suatu bentuk
komunikasi yang unik adalah hasil belajar yang mencerminkan kemampuan siswa
untuk membuat karya tulis. Kemampuan ini disebut unik karena suatu karya tulis
tentang topik yang sama yang ditulis oleh dua orang akan menunjukkan hasil yang
berbeda. Hasil belajar yang termasuk pada tingkatan ini adalah kemampuan
menulis cerita, esei untuk kesenangan pribadi atau untuk menghibur orang lain,
kemampuan menceritakan perjalanan pribadi secara efektif, kemampuan menulis
komposisi musik yang sederhana, kemampuan menceritakan pengalaman melakukan
penelitian terhadap interaksi hewan.
b. Kemampuan membuat rancangan
Contoh
kemampuan pada tingkat ini adalah kemampuan menentukan rencana atau langkah
yang baru. Kalau dalam kemampuan penerapan, yang dituntut adalah kemampuan
menerapkan pengetahuan dalam situasi yang baru. Dalam hasil belajar penerapan,
yang baru adalah masalah yang dihadapi. Sedangkan dalam hasil belajar sintesis,
yang baru adalah usaha penyelesaiannya. Contoh rumusan tujuan pada tingkat ini
adalah siswa mampu menyimpulkan
langkah-langkah yang harus ditempuh masyarakat untuk mencegah penyebaran
penyakit SARS.
c. Kemampuan mengembangkan suatu
tatanan (set) hubungan yang abstrak
Kemampuan
pada tingkat ini adalah hasil belajar yang menunjukkan kemampuan merumuskan
hipotesis berdasarkan gejala dan fakta yang diobservasi, menarik kesimpulan
yang bersifat generalisasi, mengubah hipotesis berdasarkan hal-hal yang baru,
dan sebagainya. Contoh: siswa mengamati pertumbuhan kacang hijau yang ditanam
di tempat yang berbeda. Kacang hijau pertama ditanam di pot yang diletakkan di
ruangan terbuka yang terkena sinar matahari, kacang hijau itu mempunyai daun
yang bagus berwarna hijau dan batangnya agak pendek. Sedangkan kacang hijau
yang lain ditanam di pot yang diletakkan di tempat yang gelap dan ada celah
yang bisa ditembus sinar matahari, kacang hijau itu mempunyai daun yang pucat
dan batangnya panjang, serta mengarah ke sumber cahaya. Dari gejala dan fakta
yang tampak, siswa dapat menarik kesimpulan bahwa pertumbuhan kacang hijau
dipengaruhi oleh cahaya.
6.
Penilaian (Evaluation)/C6
Dengan kemampuan penilaian, siswa diharapkan mampu membuat
suatu penilaian tentang suatu pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya
berdasarkan kriteria tertentu (Purwanto, 2006: 47). Kriteria yang digunakan
dalam penilaian ini dapat bersifat intern dan ekstern. Kriteria internal adalah
kriteria yang berasal dari situasi atau keadaan yang dievaluasi itu sendiri,
misalnya, menunjukkan kesalahan-kesalahan logika dalam suatu argumen, sedangkan
kriteria eksternal adalah kriteria yang berasal dari luar keadaan atau situasi
yang dievaluasi tersebut, misalnya membandingkan teori-teori,
generalisasi-generalisasi, dan fakta-fakta pokok tentang sel. (Sudaryono, 2012:
45).
Keenam jenjang berpikir
pada ranah kognitif ini bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi
semua ranah yang ada dibawahnya. Overlap
di antara enam jenjang berpikir itu akan lebih jelas pada Gambar 2.
Gambar 2. Tingkatan Ranah Kognitif
Bersifat Kontinum dan Overlap
Keterangan: (1) Pengetahuan adalah
jenjang berpikir paling dasar. (2) Pemahaman, mencakup pengetahuan. (3)
Aplikasi atau penerapan, mencakup pemahaman dan pengetahuan. (4) Analisis,
mencakup aplikasi, pemahaman dan pengetahuan. (5) Sintesis, meliputi juga analisis,
aplikasi, pemahaman dan pengetahuan, (6) Evaluasi, meliputi sintesis, analisis,
aplikasi, pemahaman dan pengetahuan.
C.
RANAH
KOGNITIF TAKSONOMI BLOOM REVISI
Pada tahun 1994, salah
seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran
kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman.
Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi
Taksonomi Bloom. Revisi hanya dilakukan pada ranah kognitif.
Pada umumnya
tujuan pembelajaran dirumuskan
berkaitan dengan hasil belajar (learning
outcome) sebagai ukuran keberhasilan dari pembelajaran, dan dikerangkakan
dalam penguasaan isi materi pembelajaran atau deskripsi dari apa yang dilakukan. Dengan demikian dapat
digolongkan dalam kata benda (noun),
yakni pengusaan isi materi pelajaran dan dalam kata kerja (verb), yakni proses kognitif.
Contoh “siswa dapat menjelaskan 3 macam jaringan otot setelah membaca
literatur dan mendengarkan penjelasan dari guru”. Kata-kata “siswa dapat menjelaskan”
merupakan proses kognitif/kata kerja sedangkan “3 macam jaringan otot”
merupakan kata benda. Jadi, dalam taksonomi Bloom terdapat dua aspek yaitu kata
benda (noun) dan kata kerja (verb). Pada taksonomi bloom yang lama lebih memfokuskan pada kata
benda (noun) sehingga dalam revisi
taksonomi Bloom aspek “noun” dan “verb” menjadi dua aspek/dimensi yang
terpisah, yaitu dimensi pengetahuan (knowledge
dimension) dan dimensi proses
kognitif (cognitive process dimension) (Rochmad, 2012)
Revisi taksonomi Bloom
melakukan pemisahan yang tegas antara dimensi pengetahuan dengan dimensi proses
kognitif. Kalau pada taksonomi yang lama dimensi pengetahuan dimasukkan pada
jenjang paling bawah (pengetahuan), pada revisi taksonomi Bloom, pengetahuan
benar-benar dipisah dari dimensi proses kognitif. Pemisahan ini dilakukan sebab
dimensi pengetahuan berbeda dari dimensi proses kognitif. Pengetahuan merupakan
kata benda sedangkan proses kognitif merupakan kata kerja (Widodo, 2006).
Selain
perubahan dari satu dimensi menjadi dua dimensi, revisi taksonomi Bloom juga
terlihat pada dimensi proses kognitif. Dalam dimensi proses kognitif (cognitive process dimension) terdapat
enam kategori sebagaimana pada taksonomi Bloom lama, tetapi ada perubahan
yaitu, kategori pengetahuan (knowledge)
diganti dengan ingatan (remember), pemahaman (comprehension) diganti dengan memahami (understand). Penerapan (application) diganti dengan menerapkan (apply), analisis (analysis)
diganti dengan menganalisis (analyze),
dan evaluasi/penilaian (evaluation) diganti
dengan mengevaluasi/menilai (evaluate).
Sedangkan sintesis (synthesis)
bertukar tempat dengan evaluasi dan berganti sebutan mencipta (create). Untuk lebih jelasnya perhatikan
Gambar 3.
Gambar 3. Perubahan dari Kerangka
Pikir Asli Taksonomi Bloom ke Revisi
Berdasarkan Gambar
3. dapat diketahui perubahan taksonomi
dari kata benda (dalam taksonomi
Bloom) menjadi kata kerja (dalam taksonomi revisi). Perubahan ini dibuat agar
sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran mengindikasikan bahwa
siswa akan dapat melakukan sesuatu (kata
kerja) dengan sesuatu (kata benda). Perubahan pengetahuan dalam taksonomi Bloom
menjadi dimensi tersendiri yaitu dimensi pengetahuan dalam taksonomi revisi. Pengetahuan
tetap dipertahankan dalam taksonomi revisi namun berubah menjadi dimensi
tersendiri karena diasumsikan bahwa setiap kategori-kategori dalam taksonomi
membutuhkan pengetahuan sebagai apa yang harus dipelajari oleh siswa (Gunawan
dan Palupi, tanpa tahun: 24-25)
1.
Dimensi
Pengetahuan (knowledge dimension)
Dalam dimensi ini akan dipaparkan
empat jenis kategori pengetahuan. Tiga kategori pertama dalam taksonomi revisi
ini mencakup semua jenis pengetahuan yang terdapat dalam taksonomi Bloom.
Sementara kategori keempat, yaitu
pengetahuan metakognitif dan subjenisnya semuanya baru.
a. Pengetahuan faktual (Factual knowledge)
Pengetahuan
faktual berisikan elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa jika mereka
akan mempelajari suatu disiplin ilmu atau menyelesaikan masalah dalam disiplin
ilmu tersebut. Ada dua macam pengetahaun faktual, yaitu:
1) Pengetahuan
tentang terminologi (knowledge of
terminology)
Mencakup pengetahuan tentang label
atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal. Setiap
disiplin ilmu biasanya mempunyai banyak sekali terminologi yang khas untuk
disiplin ilmu tersebut. Beberapa contoh pengetahuan tentang terminologi:
pengetahuan tentang alfabet, pengetahuan tentang istilah ilmiah, dan
pengetahuan tentang simbol dalam peta.
2) Pengetahuan
tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge
of specific details and element)
Mencakup pengetahuan tentang
kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.
Beberapa contoh pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur, misalnya
pengetahuan tentang nama tempat dan waktu kejadian, pengetahuan tentang produk
suatu negara, dan pengetahuan tentang sumber informasi.
b. Pengetahuan konseptual (knowledge of conceptual)
Pengetahuan
yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur
yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama. Ada tiga macam
pengetahuan konseptual, yaitu:
1) Pengetahuan
tentang klasifikasi dan kategori (Knowledge
of classifications and categories)
Mencakup pengetahuan tentang
kategori, kelas, bagian, atau susunan yang berlaku dalam suatu bidang ilmu
tertentu. Pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori merupakan pengetahuan
yang sangat penting sebab pengetahaun ini juga menjadi dasar bagi siswa dalam
mengkelasifikasikan informasi dan pengetahuan. Tanpa kemampuan melakukan
kelasifikasi dan kategorisasi yang baik siswa akan kesulitan dalam belajar.
Beberapa contoh pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, seperti
pengetahuan tentang bagian-bagian kalimat, pengetahuan tentang penggolongan
hewan dan tumbuhan, dan pengetahuan tentang pengelompokan tumbuhan.
2) Pengetahuan
tentang prinsip dan generalisasi (Knowledge
of principles and generalizations)
Prinsip dan generalisasi merupakan
bagian yang dominan dalam sebuah disiplin ilmu dan digunakan untuk mengkaji
masalah-masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Contoh pengetahuan tentang
prinsip dan generalisasi di antaranya adalah pengetahuan tentang hukum Mendel
dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip belajar.
3) Pengetahuan
tentang teori, model, dan struktur (Knowledge
of theories, models, and structures)
Pengetahuan tentang teori, model,
dan struktur mencakup pengetahuan tentang berbagai paradigma, epistemologi,
teori, model yang digunakan dalam disiplin-disiplin ilmu untuk mendeskripsikan,
memahami, menjelaskan, dan memprediksi fenomena. Contoh pengetahuan tentang
teori, model, dan struktur antara lain pengetahuan tentang teori evolusi,
pengetahuan tentang model DNA, dan pengetahuan tentang model atom.
c. Pengetahuan prosedural (Knowledge of procedural)
Pengetahuan
tentang bagaimana mengerjakan sesuatu. Seringkali pengetahuan prosedural berisi
langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal
tertentu. Pengetahuan prosedural ini terbagi menjadi tiga
subjenis yaitu:
1) Pengetahuan
tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan
pengetahuan tentang algoritme (Knowledge
of subject-specific skills and algorithms)
Mencakup pengetahuan tentang
keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau
tentang algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Beberapa contoh pengetahuan yang termasuk hal ini, misalnya: pengetahuan
tentang keterampilan menimbang, pengetahuan mengukur suhu air yang dididihkan
dalam beker gelas, dan pengetahuan tentang memipet.
2) Pengetahuan
tentang teknik dan metode yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu (Knowledge of subject-specific techniques and
methods)
Pengetahuan tentang teknik dan
metode lebih mencerminkan bagaimana ilmuwan dalam bidang tersebut berpikir dan
memecahkan masalah yang dihadapi. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini
misalnya, pengetahuan tentang metode penelitian yang sesuai untuk suatu permasalahan
sosial dan pengetahuan tentang metode ilmiah. Jadi, pengetahuan ini lebih
difokuskan bagaimana cara berpikir dan menyelesaikan masalah-masalah, bukan
hasil penyelesaian masalah atau hasil pemikirannya.
3) Pengetahuan
tentang kriteria untuk menentukan kapan suatu prosedur tepat untuk digunakan (Knowledge of criteria for determining when
to use appropriate procedures)
Mencakup pengetahuan tentang kapan
suatu teknik, strategi, atau metode harus digunakan. Siswa dituntut bukan hanya
tahu sejumlah teknik atau metode tetapi juga dapat mempertimbangkan teknik atau
metode tertentu yang sebaiknya digunakan dengan mempertimbangkan situasi dan
kondisi yang dihadapi saat itu. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya:
pengetahuan tentang kriteria untuk menggunakan larutan dalam uji makanan,
pengetahuan tentang kriteria pemilihan rumus yang sesuai untuk memecahkan
masalah, dan pengetahuan memilih metode statistika yang sesuai untuk mengolah
data.
d. Pengetahuan metakognitif (Knowledge of metacognitive)
Yaitu
kesadaran seseorang akan penggunaan pengetahuannya sendiri (Herlanti dan
Nopithalia, 2010: 12). Pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang kognitif
secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang
metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi
semakin sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognitif, dan
apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam
belajar. Pengetahuan metakognitif merupakan dimensi baru dalam taksonomi
revisi. Pencantuman pengetahuan metakognitif dalam kategori dimensi pengetahuan
dilandasi oleh hasil penelitian-penelitian terbaru tentang peran penting
pengetahuan siswa mengenai kognisi mereka sendiri dan kontrol mereka atas kognisi
itu dalam aktivitas belajar. Pengetahuan metakognitif terbagi menjadi tiga
subjenis yaitu:
1) Pengetahuan
strategik (Strategic knowledge)
Mencakup pengetahuan tentang
strategi umum untuk belajar, berpikir, dan memecahkan masalah. Pengetahuan
jenis ini dapat digunakan bukan hanya dalam suatu bidang tertentu tetapi juga
dalam bidang-bidang yang lain. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya:
pengetahuan bahwa mengulang-ulang informasi merupakan salah satu cara untuk
mengingat, dan pengetahuan tentang strategi perencanaan untuk mencapai tujuan.
2) Pengetahuan
tentang tugas-tugas kognitif yang meliputi pengetahuan kontekstual dan kondisi
yang sesuai (Knowledge about cognitive
tasks, including appropriate contextual and conditional knowledge)
Mencakup pengetahuan tentang jenis
operasi kognitif yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tertentu serta
pemilihan strategi kognitif yang sesuai dalam situasi dan kondisi tertentu.
Beberapa contoh pengetahaun jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa buku
pengetahuan lebih sulit dipahami dari pada buku populer, pengetahuan bahwa
meringkas bisa digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan bahwa
cara kerja sendi mirip dengan cara kerja benda-benda di sekitar siswa.
3) Pengetahuan
tentang diri sendiri (Self-knowledge)
Mencakup pengetahuan tentang
kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam belajar. Salah satu syarat agar
siswa dapat menjadi pembelajar yang mandiri adalah kemampuannya untuk
mengetahui dimana kelebihan dan kekurangan serta bagaimana mengatasi kekurangan
tersebut. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa
seseorang yang ahli dalam suatu bidang belum tentu ahli dalam bidang lain,
pengetahuan tentang tujuan yang ingin dicapai, dan pengetahuan tentang
kemampuan yang dimiliki dalam mengerjakan suatu tugas.
2.
Dimensi
Proses Kognitif (Cognitive Process
Dimension)
Dimensi proses kognitif mencakup
enam katagori, yaitu:
a. Mengingat (Remember)
Mengingat
merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang
telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan.
Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting dalam proses pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning)
dan pemecahan masalah (problem solving).
Mengingat meliputi mengenali (recognizing)
dan memanggil kembali (recalling).
1) Mengenali
(recognizing)
Mencakup proses kognitif untuk
menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang yang
identik atau sama dengan informasi yang baru. Bentuk tes yang meminta siswa
menentukan betul atau salah, menjodohkan, dan pilihan berganda merupakan tes
yang sesuai untuk mengukur kemampuan mengenali. Istilah lain untuk mengenali
adalah mengidentifikasi (identifying).
Contoh: Alat untuk mengukur tekanan darah adalah ....(Tensimeter).
2) Memanggil
kembali (recalling)
Menarik kembali informasi yang
tersimpan dalam memori jangka panjang apabila ada petunjuk (tanda) untuk
melakukan hal tersebut. Tanda di sini seringkali berupa pertanyaan. Istilah
lain untuk mengingat adalah menarik (retrieving).
Contoh: Siapakah penemu sel? (Robert Hook).
b. Memahami (Understand)
Mengkonstruk
makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan
informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau
mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam
pemikiran siswa. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif, yaitu:
1) Menafsirkan
(interpreting)
Mengubah dari satu bentuk informasi
ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari darikata-kata ke grafik atau
gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau sebaliknya, maupun dari
kata-kata ke kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Istilah lain
untuk menafsirkan adalah mmengklarifikasi (clarifying),
memparafrase (paraphrasing),
menerjemahkan (translating), dan
menyajikan kembali (representing).
2) Memberikan
contoh (exemplifying)
Memberikan contoh dari suatu konsep
atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntut kemampuan
mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri
tersebut untuk membuat contoh. Istilah lain untuk memberikan contoh adalah
memberikan ilustrasi (illustrating)
dan mencontohkan (instantiating).
3) Mengklasifikasikan
(classifying)
Mengenali bahwa sesuatu (benda atau
fenomena) masuk dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan
mengkelasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau
fenomena. Istilah lain untuk mengklasifikasikan adalah mengkategorisasikan (categorising).
4) Meringkas
(summarsing)
Membuat suatu pernyataan yang
mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuat tulisan.
Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan
meringkasnya. Istilah lain untuk meringkas adalah membuat generalisasi (generalising) dan mengabstraksi (abstracting).
5) Menarik
inferensi (inferring)
Menemukan suatu pola dari sederetan
contoh atau fakta. Untuk dapat melakukan inferensi siswa harus terlebih dapat
menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh yang ada.
Istilah lain untuk menarik inferensi adalah mengekstrapolasi (extrapolating), menginterpolasi (interpolating), memprediksi (predicting), dan menarik kesimpulan (concluding).
6) Membandingkan
(comparing)
Mendeteksi persamaan dan perbedaan
yang dimiliki dua objek, ide, ataupun situasi. Membandingkan mencakup juga
menemukan kaitan antara unsur-unsur satu objek atau keadaan dengan unsur yang
dimiliki objek atau keadaan lain. Istilah lain untuk membandingkan adalah
mengkontraskan (contrasting),
mencocokkan (matching), dan memetakan
(mapping).
7) Menjelaskan
(explaining)
Mengkonstruk dan menggunakan model
sebab-akibat dalam suatu sistem. Termasuk dalam menjelaskan adalah menggunakan
model tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi apabila salah satu bagian
sistem tersebut diubah. Istilah lain untuk menjelaskan adalah mengkonstruksi
model (constructing a model).
c. Menerapkan (apply)
Mencakup
penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas.
Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural.
Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan
prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif, yaitu: menjalankan
(executing) dan mengimplementasikan (implementing).
1) Menjalankan
(executing)
Menjalankan suatu prosedur rutin
yang telah dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang diperlukan sudah
tertentu dan juga dalam urutan tertentu. Apabila langkah-langkah tersebut
benar, maka hasilnya sudah tertentu pula. Istilah lain untuk menjalankan adalah
melakukan (carrying out).
Contoh:
a) Berapa
macamkah gamet yang dihasilkan dari hasil persilangan dengan 8 sifat beda? (2n=28=
256 macam gamet).
b) Berapa
literkah isi sebuah drum dengan tinggi 1 m dan diameter 25 cm? (Gunakan rumus
volume tabung=luas alas x tinggi)
2) Mengimplementasikan
(implementing)
Memilih dan menggunakan prosedur
yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. Karena diperlukan kemampuan
memilih, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman tentang permasalahan yang akan
dipecahkannya dan juga prosedur-prosedur yang mungkin digunakannya. Apabila
prosedur yang tersedia ternyata tidak tepat benar, siswa dituntut untuk bisa
memodifikasinya sesuai keadaan yang dihadapi. Istilah lain untuk
mengimplementasikan adalah menggunakan (using).
d. Menganalisis (analyze)
Menganalisis
merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari
permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari
tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Ada tiga
macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis, yaitu membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan
tersirat (attributting).
1) Membedakan
(differentiating)
Membedakan bagian-bagian yang
menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi dan penting tidaknya.
Oleh karena itu membedakan (differentiating)
berbeda dari membandingkan (comparing).
Membedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan mana yang
relevan/esensial dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar.
Misalnya, apabila seseorang diminta membedakan antara apel dan jeruk, faktor
warna, bentuk dan ukuran bukanlah ciri yang esensial. Namun apabila yang
diminta adalah membandingkan, hal-hal tersebut bisa dijadikan pembeda. Istilah
lain untuk membedakan adalah memilih (selecting),
membedakan (distinguishing) dan
memfokuskan (focusing).
2) Mengorganisir
(organizing)
Mengidentifikasi unsur-unsur suatu
keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain
untuk membentuk suatu struktur yang padu. Contoh: menganalisis keseimbangan
dinamis suatu ekosistem.
3) Menemukan
pesan tersirat (attributting)
Menemukan sudut pandang, bias, dan
tujuan dari suatu bentuk komunikasi. Contoh: penentuan sebuah titik pandang
bahwa manusia berasal dari kera menurut Charles Darwin).
e. Mengevaluasi (evaluate)
Membuat
suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Kriteria yang
biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi.
Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini, yaitu:
memeriksa (checking) dan mengkritik (critiquing).
1) Memeriksa
(checking)
Memeriksa dapat diartikan sebagai
koordinasi, pendeteksian, monitoring, atau pengujian, yaitu pendeteksian
ketidakkonsistenan atau kekeliruan dalam proses atau produk berdasarkan
kriteria internal. Contoh: pendeteksian keefektifan prosedur yang telah diimplementasikan,
penentuan apakah kesimpulan saitis sesuai dengan data hasil observasi, atau
memeriksa apakah kesimpulan yang ditarik telah sesuai dengan data yang ada.
2) Mengkritik
(critiquing)
Menilai suatu karya baik kelebihan
maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal. Contoh: menilai apakah
rumusan hipotesis sesuai atau tidak (sesuai atau tidaknya rumusan hipotesis
dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang penilai).
f. Mencipta/membuat/mengkreasikan (create)
Mencipta mengarah pada proses kognitif meletakkan
unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan
mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan
beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Perbedaan
mencipta ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya adalah pada dimensi yang
lain seperti mengerti, menerapkan, dan menganalisis siswa
bekerja dengan informasi yang sudah dikenal sebelumnya, sedangkan pada
mencipta siswa bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baru.
Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu Menggeneralisasikan
(generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).
1) Menggeneralisasikan
(generating)
Menguraikan suatu masalah sehingga
dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada pemecahan
masalah tersebut. Contoh: merumuskan hipotesis untuk memecahkan permasalahan
yang terjadi berdasarkan pengamatan di lapangan.
2) Merencanakan
(planning)
Merancang suatu metode atau
strategi untuk memecahkan masalah. Contoh: merancang serangkaian percobaan
untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
3) Memproduksi
(producing)
Membuat suatu rancangan atau
menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah. Contoh: mendesain (atau
juga membuat) suatu alat yang akan digunakan untuk melakukan percobaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar